Expose for the shadows, develop for the highlights ….
Page 1 of 1
Expose for the shadows, develop for the highlights ….
Expose for the shadows, develop for the highlights ….
Dalam dunia fotografi analog, khususnya yang memakai film negative sebagai alat perekam gambarnya, pakem seperti yang tertulis di atas pasti akan sering kali terdengar dibicarakan. Tapi bagaimanakah sebenarnya kita mengaplikasikan “Expose for the shadows, develop for the highlights” itu pada hasil foto kita?
Sebelum terlalu jauh (membuang waktu untuk) membaca bahasan ini, sekali lagi diingatkan bahwa pakem itu hanya bisa kita terapkan untuk film negative, jadi bukan untuk film positif / slide dan tentu saja bukan juga untuk fotografi digital yang merekam dan menghasilkan langsung gambar positif tanpa melalui dua kali proses perekaman citra cahaya seperti yang terjadi pada film negative.
Film negative akan merekam citra cahaya dalam kondisi terbalik, dimana bagian gelap (shadow) akan ditampilkan terang dan bagian terang (highlight) akan ditampilkan gelap pada lembaran film seluloid yang menjadi bahan dasar pembuat film. Semakin banyak sinar yang jatuh ke emulsi film, akan menyebabkan makin tebal emulsi film yang bakal terbentuk, begitu juga sebaliknya.
Film negative dibuat dari bahan dasar seluloid, yaitu semacam plastic transparan yang tahan air. Pada seluloid ini ‘ditempelkan’ emulsi peka cahaya yang berbahan dasar perak, biasanya dalam bentuk halide perak (silver halide). Halida perak ini akan membentuk gambar latent jika terkena sinar, dan tebal tipisnya gambar latent itu tergantung dari banyak sedikitnya sinar yang jatuh pada emulsi halide perak itu. Gambar latent itu kemudian di ‘kembangkan’ menjadi gambar negative melalui proses yang sering disebut pencucian film.
Pertama film yang sudah tersinari, sehingga sudah mengandung gambar latent didalamnya, akan dicelup dalam larutan pengembang (developer). Developer ini akan merubah halide perak yang sudah tersinari menjadi perak metalik (metallic silver), yang mana tentu saja ketebalannya tergantung banyak sedikitnya intensitas sinar yang jatuh padanya. Makin banyak sinar (daerah highlight) terserap, makin tebal lapisan perak metalik yang terbentuk dan film negatifnya akan menjadi lebih gelap. Sedangkan daerah shadow akan membuat daerah yang beremulsi tipis dan cenderung transparent pada film negatifnya, tentu saja setelah semua proses pencucian selesai termasuk proses pelarutan sisa emulsi yang tidak terkena sinar yang dikerjakan oleh laruatan fixer.
Daerah shadow sendiri, pada dasarnya tidak akan bertambah tebal karena sinar yang jatuh ke emulsi film sangat terbatas, sedangkan daerah highlight akan terus bertambah tebal sejalan makin lamanya kita melakukan pencelupan dengan larutan pengembang. Lalu bagaimana cara menambah tebal daerah shadow? Tentu saja dengan menambah intensitas sinar yang jatuh ke emulsi film, dengan jalan menampah waktu bukaan rana ataupun memanbah lebar bukaan lensa.
Dari keterangan di atas, jelas lah mengapa konsep Expose for the shadows, develop for the highlights tersebut banyak disebut dalam dunia film negatif B&W. Karena sebagaimana dijelaskan di atas, kalau kita berniat menambah detail daerah shadow, kita harus melakukannya saat exposure dilakukan, sedangkan untuk mengatur daerah highlight kita bisa mengaturnya saat melakukan proses pengembangan film negative.
Jadi bisa dikatakan saat menekan tombol rana, kita sudah menjatuhkan vonis seberapa banyak detail shadow yang akan kita rekam (sesuai dengan exposure yang kita buat). Tapi karena highlight masih dapat di atur pada saat pengembangan, maka derajat kontras (perbedaan dari daerah tergelap dan ter putih dari foto) tentu saja masih dapat dimanipulasi. Semakin lama kita melakukan pencelupan dengan larutan pengembang, yang akan menyebabkan makin tebal daerah highlight yang terbentuk, maka akan semakin kontras pula gambar yang akan kita dapat.
Dalam fotografi hitam dan putih (B&W) kontras yang tinggi harus selalu di bayar dengan berkurangnya detail. Sebagaimana diterangkan dengan apa yang dikenal dengan Zona System, yaitu pembagian gradasi dari hitam pekat menjadi putih sempurna dalam 11 tahap gradasi, semakin lebar zona yang bisa direkam akan semakin banyak gradasi / detail yang dapat direkam, dan semakin sempitnya zona yang terekam akan sudah tentu semakin miskin detail yang ada. Contohnya seperti hasil foto copy yang hanya mempunyai sedikit gradasi hitam ke putih, berbeda dengan hasil foto B&W yang umumnya mempunyai gradasi minimal 5 atau 6 zona kelabu.
Karena film negative dapat diibaratkan ‘master’ bagi hasil cetakan kita, maka saya pribadi akan lebih menyukai membuat negatif yang ‘low contrast’ tapi kaya detail (karena merekam zona system yang lebar). Mengapa begitu, karena kita masih mempunyai satu tahap lagi untuk memanipulasi gambar, yaitu tahap pencetakan. Pada tahap pencetakan yang sebenarnya identik dengan tahap pengambilan gambar di kamera, kita pun dapat ‘memainkan’ derajat kontras dengan mengendalikan shadow dan highlight. Bahkan bisa dilakukan penambahan penyinaran secara sebagian (burning) untuk daerah yang kita ingin tampilkan lebih hitam, dan dilakukan dodging atau pengurangan penyinaran pada area-area tertentu untuk mengurangi derajat kehitamannya. Tapi jika negative kita sudah ‘miskin detail’ maka kita tidak dapat banyak bermain pada tahap pencetakan, karena detail yang sudah hilang dari negative tidak mungkin kita tampilkan lagi pada tahap pencetakan.
Dari sini dapat dilihat bahwa semua tahapan fotografi analog, khususnya film B&W, mulai dari pengambilan gambar, pemrosesan negative hingga pencetakan di kertas foto semuanya adalah merupakan kesatuan proses yang tidak dapat dihilangkan. Karena tiap tahapan mempunyai peran tertentu untuk menghasilkan foto yang sesuai dengan yang diinginkan.
Salam analog.-
Dalam dunia fotografi analog, khususnya yang memakai film negative sebagai alat perekam gambarnya, pakem seperti yang tertulis di atas pasti akan sering kali terdengar dibicarakan. Tapi bagaimanakah sebenarnya kita mengaplikasikan “Expose for the shadows, develop for the highlights” itu pada hasil foto kita?
Sebelum terlalu jauh (membuang waktu untuk) membaca bahasan ini, sekali lagi diingatkan bahwa pakem itu hanya bisa kita terapkan untuk film negative, jadi bukan untuk film positif / slide dan tentu saja bukan juga untuk fotografi digital yang merekam dan menghasilkan langsung gambar positif tanpa melalui dua kali proses perekaman citra cahaya seperti yang terjadi pada film negative.
Film negative akan merekam citra cahaya dalam kondisi terbalik, dimana bagian gelap (shadow) akan ditampilkan terang dan bagian terang (highlight) akan ditampilkan gelap pada lembaran film seluloid yang menjadi bahan dasar pembuat film. Semakin banyak sinar yang jatuh ke emulsi film, akan menyebabkan makin tebal emulsi film yang bakal terbentuk, begitu juga sebaliknya.
Film negative dibuat dari bahan dasar seluloid, yaitu semacam plastic transparan yang tahan air. Pada seluloid ini ‘ditempelkan’ emulsi peka cahaya yang berbahan dasar perak, biasanya dalam bentuk halide perak (silver halide). Halida perak ini akan membentuk gambar latent jika terkena sinar, dan tebal tipisnya gambar latent itu tergantung dari banyak sedikitnya sinar yang jatuh pada emulsi halide perak itu. Gambar latent itu kemudian di ‘kembangkan’ menjadi gambar negative melalui proses yang sering disebut pencucian film.
Pertama film yang sudah tersinari, sehingga sudah mengandung gambar latent didalamnya, akan dicelup dalam larutan pengembang (developer). Developer ini akan merubah halide perak yang sudah tersinari menjadi perak metalik (metallic silver), yang mana tentu saja ketebalannya tergantung banyak sedikitnya intensitas sinar yang jatuh padanya. Makin banyak sinar (daerah highlight) terserap, makin tebal lapisan perak metalik yang terbentuk dan film negatifnya akan menjadi lebih gelap. Sedangkan daerah shadow akan membuat daerah yang beremulsi tipis dan cenderung transparent pada film negatifnya, tentu saja setelah semua proses pencucian selesai termasuk proses pelarutan sisa emulsi yang tidak terkena sinar yang dikerjakan oleh laruatan fixer.
Daerah shadow sendiri, pada dasarnya tidak akan bertambah tebal karena sinar yang jatuh ke emulsi film sangat terbatas, sedangkan daerah highlight akan terus bertambah tebal sejalan makin lamanya kita melakukan pencelupan dengan larutan pengembang. Lalu bagaimana cara menambah tebal daerah shadow? Tentu saja dengan menambah intensitas sinar yang jatuh ke emulsi film, dengan jalan menampah waktu bukaan rana ataupun memanbah lebar bukaan lensa.
Dari keterangan di atas, jelas lah mengapa konsep Expose for the shadows, develop for the highlights tersebut banyak disebut dalam dunia film negatif B&W. Karena sebagaimana dijelaskan di atas, kalau kita berniat menambah detail daerah shadow, kita harus melakukannya saat exposure dilakukan, sedangkan untuk mengatur daerah highlight kita bisa mengaturnya saat melakukan proses pengembangan film negative.
Jadi bisa dikatakan saat menekan tombol rana, kita sudah menjatuhkan vonis seberapa banyak detail shadow yang akan kita rekam (sesuai dengan exposure yang kita buat). Tapi karena highlight masih dapat di atur pada saat pengembangan, maka derajat kontras (perbedaan dari daerah tergelap dan ter putih dari foto) tentu saja masih dapat dimanipulasi. Semakin lama kita melakukan pencelupan dengan larutan pengembang, yang akan menyebabkan makin tebal daerah highlight yang terbentuk, maka akan semakin kontras pula gambar yang akan kita dapat.
Dalam fotografi hitam dan putih (B&W) kontras yang tinggi harus selalu di bayar dengan berkurangnya detail. Sebagaimana diterangkan dengan apa yang dikenal dengan Zona System, yaitu pembagian gradasi dari hitam pekat menjadi putih sempurna dalam 11 tahap gradasi, semakin lebar zona yang bisa direkam akan semakin banyak gradasi / detail yang dapat direkam, dan semakin sempitnya zona yang terekam akan sudah tentu semakin miskin detail yang ada. Contohnya seperti hasil foto copy yang hanya mempunyai sedikit gradasi hitam ke putih, berbeda dengan hasil foto B&W yang umumnya mempunyai gradasi minimal 5 atau 6 zona kelabu.
Karena film negative dapat diibaratkan ‘master’ bagi hasil cetakan kita, maka saya pribadi akan lebih menyukai membuat negatif yang ‘low contrast’ tapi kaya detail (karena merekam zona system yang lebar). Mengapa begitu, karena kita masih mempunyai satu tahap lagi untuk memanipulasi gambar, yaitu tahap pencetakan. Pada tahap pencetakan yang sebenarnya identik dengan tahap pengambilan gambar di kamera, kita pun dapat ‘memainkan’ derajat kontras dengan mengendalikan shadow dan highlight. Bahkan bisa dilakukan penambahan penyinaran secara sebagian (burning) untuk daerah yang kita ingin tampilkan lebih hitam, dan dilakukan dodging atau pengurangan penyinaran pada area-area tertentu untuk mengurangi derajat kehitamannya. Tapi jika negative kita sudah ‘miskin detail’ maka kita tidak dapat banyak bermain pada tahap pencetakan, karena detail yang sudah hilang dari negative tidak mungkin kita tampilkan lagi pada tahap pencetakan.
Dari sini dapat dilihat bahwa semua tahapan fotografi analog, khususnya film B&W, mulai dari pengambilan gambar, pemrosesan negative hingga pencetakan di kertas foto semuanya adalah merupakan kesatuan proses yang tidak dapat dihilangkan. Karena tiap tahapan mempunyai peran tertentu untuk menghasilkan foto yang sesuai dengan yang diinginkan.
Salam analog.-
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum